Jumat, 10 Desember 2010

Demokrasi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Demokrasi di Indonesia
1.      Demokrasi Desa
Bangsa Indonesia sejak dahulu sesungguhnya telah mempraktekkan ide tentang demokrasi meskipun masih sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan. Di tingkat bawah, bangsa Indonesia telah berdemokrasi, tetapi ditingkat atas Indonesia pada masa lalu adalah feodal. Menurut Mohammad Hatta dalam Padma Wahyono (1990), desa-desa diIndonesia sudah menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepaladesa dan adanya rembug desa. Itulah yang disebut “demokrasi asli”.
Demokrasi desa memiliki lima unsur atau anasir, yaitu :
a.       rapat
b.      mufakat
c.       gotong-royong
d.      hak mengadakan proses bersama
e.       hak menyingkirkan dari kekuasaan raja absolut
Demokrasi desa tidak boleh dijadikan pola demokrasi untuk Indonesia modern. Namun, kelima unsur demokrasi desa tersebut dapat dikembangkan menjadi konsep demokradi Indonesia yang modern.
Demokrasi Indonesia modern menurut Moh. Hatta harus meliputi tiga hal, yaitu:
a.       demokrasi di bidang politik
Demokrasi pada bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas-azas negara hikim dan kepastian hukum.


b.      demokrasi di bidang ekonomi
Demokrasi pada bidang ekonomi pada hakikatnya adalh kehidupan yang layak bagi semua warga negara.
c.       demokrasi di bidang sosial
Demokrasi dalam bidang sosial pada hakikatnya pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak.
Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan, ekonimi, sosial, dan politik sangat bergantung pada keberadaan dan peran yang dijalankan oleh unsur-unsur penopang tegaknya demokrasi itu sendiri. Beberapa unsur-unsur penting tegaknya demokrasi antara lain:
ü  Negara hukum (rechtsstaat atau rule of law)
Memiliki pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak. Secara garis besar negara hukum adalah sebuah negara dengan gabungan kedua konsep rechtsstaat dan rule of law. Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri yaitu; adanya perlindungan HAM, adanya pembagian dan pemisahan kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM, pemerintahan berdasarkan peraturan, adanya peradilan administrasi. Sedangkan rule of law dicirikan oleh adanya; supremasi aturan hukum, kesamaan kedudukan didepan hukum (equality before the law), jaminan perlindungan HAM.
ü  Masyarakat madani (civil society)
Yaitu sebuah masyarakat dengan ciri-ciri yang terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan negara.
ü  Aliansi kelompok strategis
Kelompok yang terdiri dari partai politik (polical party), kelompok gerakan (movement group), dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/ intrest group) termasuk didalamnya press yang bebas dan bertanggung jawab.
2.      Demokrasi Pancasila
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, pancasila sebagai ideologi nasional yaitu seperangkat nilai yang di anggap baik, sesuai, adil, dan menguntungkan bangsa.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
a.       Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
b.      Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
c.       Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
d.      Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas
Beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1.      Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2.      Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Nilai-nilai dari setiap sila pancasila, sesuai dengan ajaran demokrasi bukan ajaran otoritarian atau totalitarian. Nilai-nilai luhur pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dengan pilar-pilar demokrasi modern. Nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Kedaulatan Rakyat
Hal ini didasarkan pada pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi ’’....yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkaudalatan rakyat....”. kedaulatan rakyat adalah esensi dari demokrasi.
b.      Republik
Hal ini didasarkan pada pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi ’’....yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia....’’. Republik berarti res publica, negara untuk kepentingan umum.
c.       Negara Berdasarkan atas Hukum
Hal ini didasarkan pada kalimat ’’....negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial....’’.
d.      Pemerintahan yang Kontitusional
Berdasarkan pada kalimat ’’....maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam Suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia....’’. UUD 1945 adalah konstitusi negara.
e.       Sistem Perwakilan
Berdasarkan sila ke 4 Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

f.       Prinsip Bermusyawarah
Berdasarkan sila ke 4 Pancasila.
g.      Prinsip Ketuhanan
Demokrasi di Indonesia harus dapat dipertanggung jawabkan, kebawah kepada rakyat dan keatas dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan.
Demokrasi pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit, sebagai berikut:
1)      Secara luas demokrasi pancasila berarti kedaulatan rakyat yangdidasarkan pada nilai-nilai Pancasila dalam bidang politik, ekonomidan sosial.
2)      Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat yangdilaksanakan menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakialan.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1)      Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan: 
a.       Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).
b.      Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas).
c.       Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
2)      Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
3)       Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
4)      Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
5)      Adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi “Untuk menyalurkan aspirasi rakyat”.
6)      Pelaksanaan Pemilihan Umum.
7)      Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945).
8)      Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
9)      Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
10)  Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Ciri-ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1.      Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2.      Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3.      Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4.      Diakui adanya keselarasan  antara hak dan kewajiban.
5.      Menghargai hak asasi manusia.
6.      Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
7.      Tidak menganut sistem monopartai.
8.      Pemilu dilaksanakan secara luber.
9.      Mengandung sistem mengambang.
10.  Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
11.  Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

2.2. Bentuk dan Perkembangan Demokrasi Sejak Indonesia Merdeka
1.      Bentuk-bentuk Demokrasi
a.      Menurut Torres
Demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu yang pertama ialah, formal democracy dan kedua, substansive democracy, yaitu menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu  dilakukan. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti system pemerintahan. Halini dapat dilihat dari dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat demokrasi dengan menerapkan system presidensial, atau systemparlementer.
a)      Sistem presidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandate secara langsung dari rakyat. Dalam system ini kekuasaan eksekutif sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karenaitu presiden ialah kepala eksekutif dan sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus menjadi kepala Negara. Presiden sebagai penguasa sekaligus sebagai symbol kepemimpinan Negara. Sistem seperti ini di sebagaimana diterapkan di NegaraAmerika dan Indonesia.
b)      Sistemparlementer : Sistem ini menerapkan model yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada di tangan seorang presiden misalnya di India.
Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat beberapa system demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
Ø  Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah mahlukindividu yang bebas. Oleh karena itu dalam system dalam system demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatupembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema kesinambungan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Dalam demokrasi ini kelembagaan Negara melindungi serta menjamin atas kebebasan secara individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan kebebasan secara individual baik didalam kehidupan politik, ekonomi, social, keagamaan bahkan kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi system dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan Negara, bahkan berbagai kebijakan dalam Negara sangat ditentukan oleh kekuasaan kapital.
Ø  Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di Negara-negara komunis seperti, Rusia, Cina, Vietnam, dan lainya, kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberalakan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai Negara.
Dinamika pemerintahan Negara yang menganut sitem partai tunggal cenderung statis non kompetitif karena di haruskan menerima pimpinan dari partai dominan. Dalam systemini tidak ditoleransi kemungkinan adanya partai-partai lain. Berdasarkan teori serta praktek demokrasi sebagaimana dijelaskan, maka pengertian demokrasi secara filosofi menjadi semakin luas, artinya masing-masing paham mendasarkan pengertian bahwa kekuasan ditangan rakyat.
b.      Eric Hiariej
Dalam sejarah terdapat sedikitnya tiga bentuk demokrasi yang pernah dicoba: demokrasilangsung (direct democracy/ assembly democracy), demokrasi perwakilan (representative democracy), demokrasi permusyawaratan (deliberative democracy). Berikut ini adalah gambaran singkat tentang bentuk-bentuk demokrasi tersebut.
A.    Demokrasi Langsung
Praktik demokrasi paling tua; praktik demokrasi pada asosiasi yang berukuran kecil. Berdasarkan pada partisipasi langsung, tanpa perwakilan dan terus menerus dari warga desa dalam membuat dan melaksanakan keputusan bersama. Tidak terdapat batas yang tegas antara pemerintah dan yang diperintah, semacam systemself-government, pemerintah dan yang diperintah adalah orang yang sama. Sistem kelembagaan: pertemuan warga (mass meeting, town meeting, pertemuan RT/RW, dll), referendum.
B.     Demokrasi Perwakilan
Praktik demokrasi yang paling lebih belakangan sebagai jawaban terhadap beberapa kelemahan demokrasi langsung; parktik demokrasi pada asosiasi yang berukuran besarseperti Negara. Berdasarkan pada partisipasi yang terbatas (partisipasi warga hanya dalam waktu yangsingkat) dan hanya dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu tertentu seperti dalam bentuk keikut sertaan dalam pemilihan umum. Berdasarkan pada partisipasi yang tidak langsung (masyarakat tidak mengoperasikan kekuasaan sendiri), tapi memilih wakil yang akan membuat kebijakan atas nama masyarakat. Pemerintah dan yang diperintah terpisah secara tegas, demokratis tidaknya demokrasibentuk ini tergantung pada kemampauan para wakil yang dipilih membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif antara pemerintah dan yang diperintah .
Sistem kelembagaan:
§  para wakil rakyat yang dipilh: parlemen para pejabat Negara yang dipilih: kepalapemerintahan dan pembantu-pembantunya, judikatif, dll.
§  Pemilihan umum yang adil, bebas dan berkala.
§  Media massa yang membuka kesempatan bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan mendapatkan informasi dan pengetahuan.
§  Sistem asosiasi yang bersifat otonom: partai politik, organisasi massa, dll. Hak pilih bagi semua orang dewasa dan hak untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

C.    Demokrasi permusyawaratan
ü  Bentuk demokrasi paling kontemporer; dipraktikan pada masyarakat yang kompleks dan berukuran besar, bentuk demokrasi yang menggabungkan aspek partisipasi langsung dan bentuk demokrasi perwakilan.
ü  Memberikan tekanan yang berbeda dalam memahami makna kedaulatan rakyat. Kedaulatan berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam membicarakan, mendiskusikan dan mendebatkan isu-isu bersama atau dalam menentukan apa yang pantas dianggap isu bersama, demokratis tidaknya sebuah kebijakan tergantung pada apakah kebijakan tersebut sudah melalui proses pembicaraan, diskusi dan perdebatan (baca: permusyawaratan) yang melibatkanmasyarakat luas.
ü  Ada pemisahan yang tegas antara pemerintah dan yang diperintah. Tapi pemisahanyang lebih penting adalah antara Negara dan masyarakat sipil. Negara merupakantempat menggodok dan melaksanakan kebijakan. Masyarakat sipil merupakan tempatberlangsungnya “permusyawaratan”.
ü  Selain itu ada juga pemisahan antara wilayah public dan wilayah privat. Wilayah public adalah wilayah “permusyawaratan; wilayah privat adalah wilayah tenpat seseorang memikirkan apa isu yang penting dan kenapa isu itu perlu dibicarakan, didiskusikan dan didebatkan secara public.
Sistem kelembagaan:
1.      Semua sistem kelembagaan demokrasi perwakilan
2.      Debat public; lewat media massa, lewat pertemuan warga yang terjadi secara spontan di tempat-tempat public, dst.
3.      Dialog

2.      Perkembangan Demokrasi Indonesia
            Lahirnya konsep demokrasi dalam sejarah modern Indonesia dapatditelusuri pada sidang-sidang BPUPKI antara bulan Mei sampai Juli 1945.Ada kesamaan pandangan dan konsensus politik dari para peserta sidang BPUPKI bahwa kenegaraan Indonesia harus berdasarkankerakyatan/kedaulatan rakyat atau demokrasi. Cita-cita atau ide demokrasi adapada para founding fathers bangsa (Suseno 1997). Para pendiri bangsabersepakat bahwa negara Indonesia merdeka haruslah negara demokrasi.
Paradigma kenegaraan Soepomo yang disampaikan tanggal 31 Mei 1945terkenal dengan ideintegral istik bangsa Indonesia. Memurut Soepomo, politikpembangunan negara harus sesuai dengan struktur solial masyarakatIndonesia. Bentuk negara harus mengungkap semangat kebatinan bangsaIndonesia yaitu hasrat rakyat akan persatuan. (Suseno, 1997).
Pandangan Hatta mengenai demokrasi dapat kita pada tulisannya di tahun1932 dengan judul demokrasi kita. Hatta setuju dengan demokrasi yangdikatakannya dengan istilah kerakyatan. Hatta menggap dan percaya bahwademokrasi/kerakyatan dan kebangsaan sangat cocok untuk keperluan pergerakan Indonesia di masa datang (Hatta 1953).
Menurut Mirriam Budiarjo mas Orde Baru dapat dibagi dalam tiga masa yaitu sebagai berikut:
·         Masa Republik I, yang dinamakan masa demokrasi palementer.
·         Masa Republik II, yang masa demokrasi terpimpin.
·         Masa Republik III, yang masa demokrasi Pancasila yang menonjolkan sistem presidensil.
Afan Gaffar (1990) membagi alur periodisasi demokrasi Indonesia terdiri atas:
Ø  Periode masa revolusi kemerdekaan.
Ø  Periode masa demokrasi palementer (representative democacy).
Ø  Periode masa demokrasi terpimpin (guided democracy).
Ø  Periode pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).

A.    Periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan. Pada masa ini, kelemahan proklamasi parlementer memberikan peluang untuk didominasi partai-partai politik dan DPR. Pemerintahan yang berbasis pada koalisi polotik pada masa ini jarang dapat bertahan lama, koalisi yang di bangun dengan mudah pecah dan menyebabkan destabilisasi politik nasional. Bahkan mengancam integrasi nasional yang dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan daerah.
Faktor-faktor disintegratif tersebut, ditambah dengan kegagalan partai-partai dalam majelis konstituante. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang menegaskan berlakunya kembali UUD 1945, dengan demikian demokrasi parlementer berakhir.
B.     Periode 1959-1965
Periode ini dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin (Guided Democracy). Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis serta peranan tentara atau (ABRI) dalm panggung polotik nasional. Hal ini disebabkan oleh lahirnya dekrit presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.
Sekalipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden untuk meminpin pemerintahan selama 5 tahun, tetapi ketetapan MPRS no 3/ 1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Artinya ketetapan ini telah membatalkan pembatasan waktu 5 tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945. Kepemimpinan Presiden tanpa batas. Ini terbukti melahirkan tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan UUD negara. Misalnya, pada tahun 1950 presiden membubarkan DPR, padahal secara eksplisit dalam UUD 1945 presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat hal demikian.
C.     Periode 1965-1998
Masa demokrasi pancasila era orde baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945, dan ketetapan MPRS/ MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan UUD 1945 pada masa demokrasi terpimpin. Tapi perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga negara yang lain, pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi saja. Seperti dikatakan oleh M. Rusli Karim, ketidak demokratisan penguasa orde baru ditandai oleh:
1.      Dominannya peran militer (ABRI).
2.      Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik.
3.      Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik.
4.      Politik masa mengambang.
5.      Monolitisasi idiologi negara.
6.      Inkorporasi lembaga non pemerintah.

D.    Periode 1998-sekarang
Periode ini sering disebut periode paska-orde baru. Periode ini erta hubungannya dengan gerakan reformasi yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen dan mengembalikan perimbangan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tuntutan ini berahir waktu lengsernya Presiden Soeharto dari dari tampuk kekuasaan pada tahun 1998  setelah berkuasa selama lebih dari 32 tahun.
Pada masa ini peran partai politik kembali menonjol, sehingga iklim demokrasi memperoleh nafas yang baru. Demokrasi yang diusung oleh gerakan reformasi adalah demokrasi yang sesungguhnya dimana hak rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi paska orde baru erat kaitannya dengan pemberdayaan Masyarakat Madani dan penegakan HAM secara konsekwen dan sungguh-sungguh.


2.3. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi
A.    Pengertian demokrasi menurut UUD 1945
Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan dalam beberapa seminar, yakni:
1.      Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
a.        Bidang Politik dan Konstitusional
·         Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil. Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata kerja orde baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan (depersonalization, institusionalization).
·         Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
·         Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi, yang cukup kuat untuk mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b.      Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
Ø  Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara dan;
Ø  Koperasi.
Ø  Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya.
Ø  Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.

2.      Musyawarah Nasional III Persahi : The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a.       Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
b.      Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/ kekuatan lain apapun.
c.       Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

3.      Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu ‘political culture’ yang penuh vitalitas. Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
a)      Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
b)      Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
c)      Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.

B.     Sistem Politik Demokrasi Indonesia
1.      Pengertian Sistem Politik Demokrasi Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalamkonstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuanmasyarakat/ Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalamUUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/ Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politiklainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai inputdalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.



2.      Kelembagaan Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945
UUD 1945

 

MA/ MK
MPR, DPR/ DPD

Dewan Pertimbangan
KABINET
KY
PRESIDEN/ WAKIL
BPK









Mekanisme dalam Sistem Politik Demokrasi Indonesia
Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1.      Kekuasan eksekutif, didelegasikan kepada Presiden (pasal 2 ayat 1 UUD 1945).
2.      Kekuasaan legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19, dan pasal 22 C UUD 1945).
3.      Kekuasaan yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung, Mahkamah Konsitusi (pasal 24 ayat 1 UUD 1945).
4.      Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada BPK dan DPR, serta komisi yudisial (pasal 20 ayat 1 UUD 1945).
Pembatasan kekuasaan
1.      Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 “kedaulatan ditangan rakyat...”.
2.      “Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan perubahan terhadap UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden serta melakukan impeachment terhadap Presiden jikalau melanggar konstitusi”.
3.      Pasal 20 A ayat 1, memuat “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi pengawasan, yang berarti melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden”. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget. 
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a.       Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b.      Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c.       Hak Mosi (percaya/ tidak percaya) kepada pemerintah;
d.      Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e.       Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah
4.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
5.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi. Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
6.      Rakyat kembali mengadakan pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (sesuai periodesasi kekuasaan).
Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, meghayati, megamall kan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan peran nya dalam masyarakat (winataputra, 2006 : 12).
Demokrasi memang tidak diwarisi , tetapi ditangkap dan dicerna melalui proses belajar oleh karena itu untuk memahaminya diperlukan suatu proses pendidikan demokrasi.  Pendidikan demokrasi dalam nerbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal (disekolah dan perguruan tinggi), non formal (pendidikan diluar sekolah) dan informal (pergaulan dirumah dan masyarakat kultural untuk membangun cita – cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam berbagai konteks).  (Winaputra, 2006: 19).
System pemerintahan demokrasi demokrasi sebanyak cita – cita kan oleh berbagai Negara. Namun upaya untuk menuju kehidupan demokrasi yang ideal tidak lah mudah. Proses mengimplementasikan demokrasi inilah sebagai system politik dalam kehidupan bernegara.
Demokrasi bertujuan menghasilkan demokrasi yang mengaju pada cirri – cirri sebagai berikut :
a.       Proses yang tak pernah selesai, dalam arti bertahap, berkesinambungan terus – menerus.
b.      Bersifat evolusioner dalam arto dilakukan secara berlahan.
c.       Perubahan bersifat damai dalam arti tanpa kekerasan (anarkis).
d.      Berjalan melalui cara musyawarah; dalam arti pebedaan yang ada siselesaikan dengan cara musyawarah.
Internasional Commission of Jurist sebagai ahli hukum internasional di Bangkok tahun 1965 mengemukakan bahwa syarat-syarat dasar untuk terselengggaranya pemerintahan ynag demokratis di bawah Rule of Law adalah:
a.       Perlindungan konstitusionil dalam arti bahwa selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang di jamin.
b.      Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial tribunals).
c.       Pemilihan umum yang bebas.
d.      Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e.       Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi, dan beroposisi.
f.       Pendidikan berkewarganegaraan (civic education)
Sedangkan menurut Soerensen; 2003, ada 5 kondisi yang dianggap mendukung pembangunan demokrasi yang stabil:
a.       Para pemimpin tidak menggunakan instrumen kekerasan, yaitu polisi dan militer untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.
b.      Terdapat organisasi masyarakat pluralis yang modern dan dinamis.
c.       Potensi konflik dalam pluralisme subkultural dipertahankan pada level yang masih dapat di toleransi.
d.      Di antara penduduk negeri, khususnya lapisan politik aktif, terdapat budaya politik dan sistem keyakinan yang mendukung ide dan lembaga demokrasi.
e.       Dampak dari pengaruh dan kontrol oleh negara asing dapat menghambat atau mendukung secara positif.
Jadi, budaya demokrasi dimasyarakat akan terbentuk bialmana nilai – nilai demokrasi itu sudah berkembang luas, merata, dihayati dan dijalankan sebagai sikap dan prilaku hidup pada hakikat nya budaya demokrasi akan mengembangkan nilai – nilai demokrasi.









2.4. Implementasi Pendidikan Demokrasi
Selasa, 04 Mei 2010 | By Pendidikan Kewargenegaraan dan Kepribadian
Oleh Mulyadi, M.Pd. Guru SLTPN 22 Samarinda, Pemerhati Pendidikan dan Moral Anak (PPMA)

Dimuat Harian Swara Kaltim berseri pada tanggal 5, 12,13 Januari 2004
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat pluralisme yang sangat tinggi, baik dalam bidang bahasa, suku bangsa, adat istiadat, kebudayaan, maupun agama. Bagi negara yang pluralismenya tingi seperti Indonesia kerawanan dan ancaman permusuhan antara sesama warga negara sewaktu-waktu akan muncul jika tidak diantipasi dengan baik. Akhir-akhir ini kita ketahui terjadi kerusuhan sosial yang berbau SARA, seperti di Ambon, Sambas, Kapuas, Poso.
Di samping itu juga ada gerakan separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka, Gerakan Maluku Merdeka yang dimotori oleh RMS. Berdasarkan hal tersebut di atas kita perlu melihat kembali peran pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam mencegah desintegrasi bangsa. Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Di dalam Pendidikan Kewarganegaraan ini memuat pendidikan moral (budi pekerti), pendidikan politik, pendidikan falsafah negara, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan bela negara, pendidikan sosial dan pendidikan budaya. Semuanya itu untuk mencapai character building, yang natinya akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku siswa. 
Tujuan mata pelajaran Kewarganegaraan di Sekolah adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
1)      berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
2)      berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
3)      berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4)      berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 
Dengan demikian, siswa dituntut untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam kegiatan berbangsa dan bernegara dalam bingkai negara kesatuan yang berarti harus tetap berintegrasi dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam paradigma lama cenderung indokrinasi, menekankan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif, dan psikomotor. Pembelajaran dengan paradigma lama ini mengakibatkan siswa pasif, kurang kreatif dan inovatif. Akibat yang lain adalah siswa hanya memiliki pengetahuan tentang sesuatu namun tidak mempraktikan dalam kehidupanya. 
Kemampuan yang hendak diwujudkan Pendidikan kewarganegaraan ini adalah kemampuan untuk menguasai pengetahuan kewarganegaraan, kemampuan untuk memiliki keterampilan kewarganegaraan, kemampuan untuk menghayati dan mengembangkan karakter kewarganegaraan. Dengan kemampuan itu diharapkan dapat meminimalisasi kesenjangan antara teori dan praktik, sebab ilmu bukan hanya sekedar kekayaan intelekual tetapi juga memiliki kegunaan praktis. Hal ini mendidik siswa untuk dapat dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 
Dengan paradigma baru diharapkan guru dapat mengembangkan kompetensi siswa yang multidemensi. Guru dalam paradigma baru ini lebih bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Sebagai fasilitator dan dinamisator guru akan memberikan kesempatan dan mendorong siswa untuk berinteraksi, baik sesama siswa maupun dengan guru itu sendiri. Siswa dapat berpartisipasi sebagai warga negara yang efektif dan bertangung jawab. Latihan berpikir kritis dan rasional, kegiatan memecahkan masalah, teknik belajar kooperatif dapat bermanfaat bagi siswa untuk menghayati dan melaksanakan sikap toleransi dalam kehidupanya. Untuk itu maka siswa harus diberikan kesempatan untuk meyampaikan gagasan dan argumentasinya. Dalam Standar Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan dikatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dapat menjadi pengikat untuk menyatukan fisik rakyat Indonesia yang beragam dari segi agama, bahasa, usia dan suku bangsa tentang budaya kebersamaan yang tetap mendukung berdirinya Republik Indonesia. Oleh karena itu. kewarganegaraan harus menjadi bahasa utama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Landasan yang digunakan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia meliputi landasan filosofis, landasan sosial budaya, dan landasan pedagogis. Landasan filosofis pada umumnya mencakup landasan ontologis dan landasan antropologis. Secara antologis realitas pada dasarnya ada yang bersifat material dan ada yang bersifat non material. Sedangkan, landasan antropologis menempatkan manusia sebagai ciptaan Tuhan, maka dari itu wujud dan sifatnya berbeda dengan penciptanya. Wujud penampilan manusia adalah jiwa dan raga.
Landasan sosial budaya mengandung dua usur yaitu unsur sosial, yang berupa interaksi di antara manusia dan unsur budaya yaitu bentuk kelakuan yang sama didalam kelompok manusia. Di samping kedua landasan tersebut di atas masih ada landasan lain yaitu landasan pedagogis. Landasan ini digunakan untuk menolong manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kita menyadari bahwa manusia pada saat dilahirkan mereka tidak berdaya dan masih memerlukan pertolongan orang lain. Tanpa bantuan orang lain maka seorang bayi tidak dapat melangsungkan kehidupanya Berdasarkan kenyataan ini maka dapat kita fahami bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan bantuan yang sengaja diberikan untuk mendewasakan seseorang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis, sosial budaya, dan pedagogis pada dasarnya mengarahkan manusia supaya dapat hidup secara manusiawi sesuai dengan martabat manusia yang mulia dan menjadi warga negara yang baik mengerti akan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya, sehingga dapat menjaga integritas atau keutuhan bangsa dan negaranya.
Visi Pendidikan kewarganegaraan adalah membangun bangsa yang berbudaya Pancasila, artinya Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara perlu dihayati dan diamalkan secara nyata untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi terwujudnya tujuan nasional serta cita-cita bangsa seperti tercermin dalam pembukaan UUD 1945. Sedangkan, misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah menigkatkan kualitas kemandirian manusia Indonesia ke arah persatuan bangsa.
Guru dalam pembelajaran di kelas hendaknya menghubungkan materi yang diajarkan dengan keadaan sosial bangsa Indonesia yang plural ini. Pengenalan persoalan-poersoalan yang ada atau sedang terjadi di masyarakat maka akan melatih siswa untuk menganalisa kehidupan nyata di sekitarnya.
Dengan demikian, diharapkan akan tumbuh siswa yang kritis, kreatif serta tanggap terhadap lingkungan masyarakat, bangsa dan negara.
Harapan lebih jauh adalah siswa nantinya dalam hidup di masyarakat akan berupaya untuk menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan memahami adanya pluralitas di masyarakat. Berdasarkan pengetahuan dasar yang dimiliki waktu belajar di sekolah mereka dapat mengembangkan sikap toleransi dan bekerja sama sesama warga masyarakat. Perilaku-perilaku tersebut jika dimiliki oleh seluruh warga negara maka akan terwujud persatuan bangsa dan disintegrasi dapat dicegah sedini mungkin dengan kesadaran sebagai suatu bangsa dan tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar