Jumat, 10 Desember 2010

guru dalam proses pembelajaran

BAB II
PEMBAHASAN


Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainya perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatassi dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya guru merupakan komponen strategis yang memilih peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintas perjalanan zaman dengan teknologi yang kian cangggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehudupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk mengadaptasikan diri.
Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan kendala sebagai seorang pembangunan. dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari potret dari guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
  1. Guru Sebagai Demonstrasor, melalui perannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya nantiasa mengembangkan dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya kerena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
  2. Guru Sebagai Pengelola Kelas, dalam perannya sebagai pengelola kelas (Learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik ialah yan bersifat menantang dan merangsang siswa unuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diarapkan.
  3. Guru Sebagai Mediator, sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
  4. Guru Sebagai Fasilitator, sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang beguna serta dapat menujang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku, teks, majalah ataupun surat kabar.
  5. Guru Sebagai Evaluator, untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar dikatakan berhasil dan guru mampu mengoreksi selama proses belajar mengajar yang masih perlu untuk diperbaiki atau dipertahankan.
Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
  1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
  2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
  3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

2.1. Karakteristik Kepribadian Guru
Menurut tinjauan psikologi, kepribadian berarti sipat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. Mc. Leod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sipat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini kepribadian adalah karakter atau identitas.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai panutan. Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka Prof. Dr Zakiah Dardjat (1982) menegaskan : Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menngah). Secara konstitsional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 45 yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan YME, disamping itu dia harus punya keahlian yang di perlukan sebagai tenaga pengajar.
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru adalah :
1.      Fleksibilitas kognitif guru.
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kebaikanya adalah frgiditas kognitif atau kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Guru yang fleksibel pada umunya di tandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu ia juga mempunyai resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang di pusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu,dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye, 1990).
Dalam metodelogi pembelajaran, fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi, yaitu:
a.       Dimensi karekteristik pribadi guru.
b.      Dimensi sikap kognitif guru terhadap peserta didik.
c.       Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar.

2.      Keterbukaan Psikologis pribadi guru.
Hal lain yang menjadi paktor menentukan keberhasilan tugas guru adalah keterbukaan psikologs guru itu sendiri. Guru yang terbuka secara psikologi akan di tandai dengan kesediaanya yang relatip tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antar lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping itu ia juga memiliki emphati, yakni respon afektip terhadap pengalaman emosionalnya dan perasaan tertentu orang lain (Reber,1988). Contohnya jika seorang muridnya di ketahui sedang mengalami kemalangan, maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbuksaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan siswa. Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.Keterbukaan psikologis juga di perlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Karekteristik kepribadian guru adalah keterbukaan psikologi yang turut menentukan keberhasilan seorang guru yang profesional, oleh karena karekteristik kepribadian ini juga merupakan dasar kompetensi profesional guru. Keterbukaan psikologis juga sebagai suatu konsep kontinum, yaitu rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologi sampai sebaliknya, ketertutupan psikologi.
Posisi guru dalam kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal keinginan, berfantasi, dan berperasaan untuk menyesuaikan diri. Jika kemampuan dan keterampilan dalam menyesuaikan diri makin besar, maka berarti makin dekat pada kutub keterbukaan psikologis atau makin cakap menyesuaikan diri maka guru lebih memiliki keterbukaan diri.
Guruyang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan:
1)      Kesediaan yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern, seperti peserta didik, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja.
2)      Kesediaan menerima kritik dengan ikhlas.
3)      Memiliki empati, yakni respon efektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain.
4)      Ditinjau dari fungsi dna signifikansinya, sebagai pengarah dalam pembelajaran selain sebagai panutan peserta didik.
Sisi positif karakteristik kepribadian keterbukaan psikologis antara lain:
1)      Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untul memahami pikiran dna perasaan orang lain.
2)      Keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana antar pribadi guru dan peserta didik yang harmonis, sehingga mendorong peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara bebas.


Johnson dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru mencakup:
a.       Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dabn terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.
b.      Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru.
c.       Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.
Jika kitamengacu kepada standar nasional pendikan, kompetensi kepribadian-kepribadian guru meliputi:
1.      Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil, yang indikatornya bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial. Bangga sebagai pendidik, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2.      Memiliki kepribadian yang dewasa, dengan ciri-ciri menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik yang memiliki etos kerja.
3.      Memilki kepribadian yang arif, yang ditunjukkan dengan tindakan ynag bermanfaat bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.
4.      Memiliki kepribadian yang berwibawa, yaitu prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki prilaku yang disegani.
5.      Memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan, dengan menampilkan tindakan yang sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki prilaku yang diteladani peserta didik.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal ynag mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kepribadian yang mantap dna stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian yang arif memilki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalm berfikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki prilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki prilaku yang disegani. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memilki prilaku yang diteladani peserta didik.
Menurut Athiyah Al-Abrosy (dalm Slamet Yusuf: 42) bahwasanya sifat-sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru: Guru harus menjadi bapak sebelum ia menjadi pengajar:
1.      Hubungan guru dan murid harus baik.
2.      Guru harus selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka.
3.      Guru harus peka terhadap lingkungan sekitar murid.
4.      Guru wajib menjadi contoh/ teladan di dalam keadilan dan keindahan serta kemuliaan.
5.      Guru wajib ikhlas di dalam pekerjaannya.
6.      Guru wajib menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan.
7.      Guru harus selaalu membaca dan mengadakan penyelidikan.
8.      Guru harus mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya.
9.      Guru harus sarat dengan ide sekolah yang modern
10.  Guru harus punya niat yang tetap.
11.  Guru harus sehat jasmaninya.
12.  Guru harus punya pribadi yang mantap.
2.2. Kompetensi Profesionalisme Guru
Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar (guru) adalah diusahakan agar guru bangga akan profesinya sebagai pengajar. Walaupun kadang-kadang pekerjaan ini tidak mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat dilakukan oleh siapa saja. Anggapan ini bisa saja benar, akan tetapi mengajar yang bagaimana yang guru lakukan, sejauh mana guru mengindahkan kompetensi yang ingin dicapai, bagaimana guru mendorong siswanya untuk belajar atau sekadar berdiri di depan kelas dan membicarakan sesuatu. Berbagai hal seperti tersebut yang sebaiknya dipahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan institusi.
Secara umum, mengajar yang baik itu memerlukan keterampilan dasar untuk mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menurut Office of Educational Research and Improvement  (1991), untuk mendapatkan status profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran atau standar. Pelaksanaan kegiatan itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang selanjutnya akan diukur dan dijadikan tolok ukur atau standar dalam penilaian profesi mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai bagaimana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk menilai bagaimana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar tersebut.
The National Board for professional Teaching Standards  (1998) mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efektif akan mendorong siswanya untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil, berkemampuan, dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik diperlihatkan dalam lima usulan, sebagai berikut:
1.      Guru yang berhasil adalah guru yang dapat menyampaikan keahliannya untuk semua siswanya. Guru akan memperlakukan siswanya sama, namun mengetahui perbedaan siswanya satu dengan yang lain, sehingga dapat memperlakukan siswanya sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Guru akan menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya akan minat, kecakapan, kemampuan, keterampilan, ilmu pengetahuan, lingkungan keluarga serta hubungan satu sama lainnya di antara sesama siswa. Guru yang berhasil akan memahami bagaimana siswanya berkembang dan belajar. Dia akan mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatan pembelajarannya. Guru sadar bahwa siswanya akan berperilaku sesuai dengan konteks yang dipengaruhi budaya. Guru akan mengembangkan kemampuan kognitif dan menghormati cara siswanya belajar. Salah satu hal yang sangat penting adalah mendorong  self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung jawab terhadap masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan, dan ras dari siswanya.
2.      Guru yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan disiplin ilmu, serta mengembangkan kemampuan dari siswanya. Guru yang berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya kepada siswa, guru akan tahu mana yang sulit diterima oleh siswa sehingga akan menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. cara guru mengajar akan memungkinkan bahan ajar diterima siswa dengan baik karena mempunyai strategi mengajar yang telah dikembangkannya sesuai kebutuhan siswa yang bervariasi untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa.
3.      Guru yang berhasil akan menciptakan, memperkaya, memelihara, dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat siswa dalam mempergunakan waktu mengajar, sehingga mengajarnya efektif. Guru juga memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada siswa dan teman sejawatnya. Guru yang profesioanal akan tahu cara mana yang tepat yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Guru juga akan tahu bagaimana mengatur siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan serta mampu mengarahkan siswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan. Guru yang profesional harus memahami bagaimana memotivasi siswa termasuk tahu bagaimana cara mengatasi apabila siswa mengalami kegagalan. Guru juga harus mampu memahami kemajuan siswa dalam belajar baik perorangan ataupun kelompok dalam kelasnya, memahami berbagai cara evaluasi untuk mengetahui perkembangan siswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan atau kegagalan siswa. 
4.      Guru adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh siswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya. Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannya, mau berkorban dalam mengembangkan siswa. Guru juga harus  mampu memanfaatkan ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan mengajarnya. Untuk keberhasilan proses mengajar, guru yang profesional akan selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta selalu menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan teori, ide, atau pun realita.
5.      Guru yang profesioanal akan mengkontribusikan serta bekerja sama dengan teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain pengajar ataupun kebijakan lainya dari seluruh institusi pendidikan. Guru yang baik selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan dengan teman sejawatnya untuk meningkatkan produktivitas hasil pendidikan secara menyeluruh.
Dari kelima aspek tersebut kemudian dikembangkan untuk dirumuskan tentang sesuatu yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru yang dapat dikategorikan profesional untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar), yakni kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, memiliki pengetahuan spesialisasi, memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien, memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau  communicable, memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau  self-organization, mementingkan kepentingan orang lain (altruism), memiliki kode etik, memiliki sanksi dan tanggung jawab komunitas, mempunyai sistem upah, dan budaya profesional.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata, 1996) telah merumuskan kemampuan–kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
1)      Kemampuan profesional, yang mencakup:
a.       Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
b.      Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c.       Penguasaan proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran.
2)      Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
3)      Kemampuan personal, yang mencakup:
a.       Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
b.      Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dimiliki guru.
c.       Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya.
Selanjutnya Depdikbud (1998) merinci kemampuan profesional tersebut menjadi sepuluh kemampuan dasar, yaitu; (1) penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, (2) pengelolaan program belajar mengajar, (3) pengelolaan kelas, (4) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (5) penguasaan landasan-landasan kependidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (7) penilaian prestasi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan penyuluhan,  (9) pengenalan dan penyelenggaran administrasi sekolah, (10) pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 7 ayat 1, yaitu: ”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:
1)      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2)      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3)      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4)      Mematuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5)      Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6)      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7)      Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8)      Memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9)      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial danteknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain.
Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi untuk  meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslahatan orang lain.
Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya.
Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik. 
Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalisme guru menurut Balitbang Diknas(2004) antara lain adalah :
1)      Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.
2)      Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya.
3)      Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.
4)      Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No.22/1999. 
5)      Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
6)      Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
7)      Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
8)      Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/ kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
9)      Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru.
10)  Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. 
11)  Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
12)  Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
13)  Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
14)  Perlunya ketentuan sistem  credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya ”penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru.
Menurut Rahardjo (dalam Kompas Oktober, 2006) profesionalisme yang penuh adalah keahlian menguasai dan menjalankan sesuai dengan kemampuannya sekaligus semangat kepedulian yang tinggi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan profesionalisme guru seni rupa adalah mengacu pada  kemampuan profesional menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata, 1996)  kemudian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merinci kemampuan profesional guru dalam beberapa kemampuan dasar meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran, dan pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaanprogram belajar mengajar, dan  penilaian prestasi siswa.  Dengan kemampuan dasar yang disebutkan di atas, maka sosok profesional guru harus mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan berbagai ilmu yang dimiliki baik teoritik maupun empirik serta membiarkan anak didiknya untuk mempunyai pengalaman langsung dalam proses pembelajaran yang diarahkan oleh guru dalam metode mengajar. Metode mengajar ini dapat dimulai dengan metode yang konvensional.  Dengan menguasai kemampuan profesional, seorang guru diharapkan mampu membawa siswa mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

2.3. Hubungan Guru dengan Proses Belajar Mengajar
Guru pada saat ini sering menjadi sorotan dari berbagai media massa,berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan, dan keberhasilan suatu sekolah. Ada sebagian masyarakat kita beranggapan keberhasilan suatu pendidikan sangat di tentukan oleh mutu guru itu sendiri. Sementara kita ketahui bersama keberhasilan atau kegagalan pendidikan banyak di pengaruhi oleh beberapa paktor. Kurangnya kesejahteraan guru, juga sangat mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan. 
Guru sangat terlibat dengan proses mengajar-belajar. Istilah proses mengajar – belajar (PMB) lebih tepat daripada proses belajar mengajar (PBM), alasanya karena dalam proses yang harus aktip duluan adalah guru lalu di ikuti aktivitas siswa (belajar) bukan sebaliknya. Barlow seorang pakar psikologi pendidikan (1985) dan Good & Brophy (1990) hubungan timbul balik antar guru dan siswa di sebut teaching – learning process dan bukan learning-teaching process.
·         Arti Guru Dahulu dan Sekarang
Saat ini banyak berita-berita yang melecehkan posisi guru dan guru nyaris tidak mampu membela diri. Seorang politis Amerika Serikat Hugget (1985) mengutuk guru kurang professional sedang orang tua menuding guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industripun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanpaat. Tuduhan dan protes ini telah memerosotkan harkat dan martabat para guru.
Guru di hormati seperti seorang penyanyi. Waktu itu penghasilan guru memadai bahkan lebih. Secara psikologis, harga diri (self – esteem) dan wibawa mereka juga tinggi, sehingga para orang tua pun berterima kasih bila anak-anaknya “di hajar” guru kalau berbuat kurang ajar. Posisi guru pada waktu itu sangat tinggi dan terhormat.
Namun kini para guru telah berubah drastis. Profesi guru adalah profesi yang kering, dalam arti kerja keras para guru membangun sumber daya manusia hanya sekedar untuk mempertahankan kepulan asap dapur mereka saja. Bahkan harkat dan derajat mereka di mata masyarakat merosot, seolah-olah menjadi warga negara second class (kelas ke dua). Kemerosotan ini terkesan hanya karena mereka berpenghasilan jauh di bawah rata-rata dari kalangan profesional lainya.
Wibawa guru pun kian jatuh di mata murid, khususnya murid-murid sekolah menengah, di kota-kota pada umumnya cenderung menghormati guru karena ada sesuatu. Mereka ingin mendapatkan nilai tinggi dan naik kelas dengan peringkat tinggi tanpa kerja keras. Sikap dan perilaku masyarakat demikian memang tidak sepenuhnya tanpa alasan yang bersumber dari guru. Ada sebagian guru yang berpenampilan tidak mendidik. Ada yang memberi hukuman badan (corporal punishment) di luar batas norma kependidikan, dan ada juga guru pria yang melakukan pelecehan seksual terhadap murid-murid perempuanya.
Kelemahan lain adalah kerendahan tingkat kompetensi professionalisme mereka. Penguasaan mereka terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar (Syah 1988). Ada dua hasil penelitian resmi yang menunjukan kekurang mampuan guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil penenlitian Badan Litbang Depdikbud RI menyimpulkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia masih rendah. Bahwa 76,95% siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus. Yang mampu menggunakan kamus hanya 5 % secara sistematis dan benar.
Bukti lain kelemahan sebagian guru kita juga ditunjukan oleh hasil penelitian psikologi yang melibatkan responden sebanyak 1975 siswa. SD negri dan swasta di Jakarta. Kesimpulanya bahwa guru di sekolah–sekolah dasar tersebut tidak bisa mengindentifikasi siswa berbakat (Anonim). Kenyataan seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan prestise (wibawa prestasi). Kemerosotan prestise professional sering diikuti kemerosotan prestise sosial dan prestise material (Mutropin, 1993), artinya para guru kita kini kurang di hargai oleh masyarakat di samping kehidupan materinya yang serba kurang. Akibatnya, tak mengherankan apabila diantara guru yang mengalami kelainan psikis keguruan yang di kenal sebagai teacher burnout berupa stress dan frustasi yang di tandai dengan banyak murung dan gampang marah (Barlow, 1985), Tardif, 1989). Boleh jadi, karena guru bornout (pemadaman guru) inilah maka sebagian oknum guru kita yang tak kuat iman, berbuat di luar batas norma edukatif dan norma susila seperti diatas.
·         Arti Guru di Masa Mendatang
Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaanya mengajar. Tapi sesederhana itukah arti guru? Mc. Leod, (1989) berasumsi guru adalah seseorang yang pekerjaanya mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tapsirkan misalnya :
1.      Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersipat kognitip).
2.      Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik).
3.      Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip)
Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaanya utamanya mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3). Dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya.
Jadi pada hakekatnya mengajar itu sama dengan mendidik. Karena itu tidaklah heran bila sehari-harinya sebagai pengajar lazim juga di sebut pendidik.
Guru menurut pasal 35 PP 38/1992 diperkenankan bekerja di luar tugasnya untuk memperoleh penghasilan tambahan sepanjang tidak mengganggu tugas utamanya.Kebolehan mengerjakan tugas lainya memberi kesan berkurangnyaderajat profesional keguruan, para guru walaupun tidak mengganggu tugas utama mereka sebagai pengajar, apalagi jika mengingat tidak tegasnya batasan tidak mengganggu tugas utama. Pantaskah seorang guru menjadi seorang calo karcis bioskop pada malam hari atau menjadi pedagagng asongan di stasiun pada hari-hari libur? Persoalan ini tampaknya akan terus berlangsung sampai pemerintah mampu menaikan gaji guru.
Hal lain adalah sarjana non keguruan boleh menjadi guru asal mempunyai Akta mengajar. Akta ini dikeluarkan oleh LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dan program akta pada fakultas tarbiyah untuk menjadi guru agama. Jadi seorang sarjana tehnik bisa menjadi guru. Konotasinya, semua sarjana non kependidikan boleh mengajar. Tidak ada keharusan memiliki pengalaman pendidikan dan ijazah sarjana keguruan misalnya dari IKIP dan fakultas tarbiyah .
Kita memang tak perlu berburuk sangka.Namun yang perlu diwaspadai adalah kekurangmampuan mereka mengelola PBM, mengingat di perlukan waktu 5 tahun untk memperoleh SI untuk belajar dan berlatih mengelola PBM.Selain itu kenyataan di lapangan menunjukan bahwa out put LPTK seperti yang diakui oleh Mendikbud RI, belun memuaskan, terbukti dengan tidak sesuainya guru bidang studi dan rendahnya kualitas PBM, juga masih rendahnya kualitas dosen pengelola LPTK itu sendiri.
Idealnya seorang yang memiliki bakat untuk menjadi guru terlebih dahulu menempuh pendidikan formal keguruan selama kurun waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan institusi kependidikan yang akan menjadi tempat kerjanya. Selain itu ragam mata kuliah yang dipelajari juga harus lebih spesipik dan berorientasi pada kompetensi dan profesionalisme keguruan yang memadai.













BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti mengmbangkan ranah cipta, rasa dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal mendidik. Karakteristik kepribadian guru meliputi : flksibilitas kognitip, dan keterbukaan psikologis. Kita berharap guru mampu berkompetisi dan bekerja secara profesional. Kompetensi guru adalah kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesinya, sedangkan profesionalisme berarti kualitas dan perilaku khusus yang menjadi ciri khas guru profesional, guru juga di harapkan mampu melaksanankan PBM suatu kegiatan yang integral dan resiprokal antara guru dan siswa dalam situasi instruksional. Dalam situasi ini guru mengajar dan siswa belajar.
Guru juga di harapkan mampu mengembangkan kemampuanya, dalam mengajar. Guru di harapkan juga lebih dewasa dalam bersikap dan berpikir, sehingga mempunyai daya kompetensi dan psikilogis yang stabil. Pemerintah juga di harapkan lebih memperhatikan nasib kesejahteraan guru, sehingga guru juga mempunyai motivasi tinggi dalam mengajar.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar